Lawang Sewu menjadi salah satu yang paling dibicarakan tentang kota Semarang. Tidak hanya namanya saja yang unik, terkadang bagi sebagian orang ada yang mengaitkan dengan mistis. Apapun itu, Lawang Sewu merupakan bangunan bersejarah, berkali-kali menjadi kantor operasional lembaga pemerintah, dan kini menjadi salah satu tujuan wisata favorit di Semarang.
Lawang Sewu berasal dari kosakata bahasa
Jawa. Lawang adalah pintu dan Sewu adalah seribu. Iya, Lawang Sewu
berarti Pintu Seribu dalam bahasa Indonesia. Mengapa seribu? Apakah
seperti candi
sewu di Yogyakarta karena jumlahnya seribu? Penamaan Lawang Sewu ini
berkaitan erat dengan desain bangunan itu sendiri. Karena banyaknya
pintu di bangunan itu makanya orang Semarang tempo dulu menyebutnya
Lawang Sewu yang menggambarkan betapa banyak pintu sebuah bangunan.
Lawang Sewu terletak di kawasan pusat keramaian kota Semarang, tepatnya di sebelah timur lau Tugu Muda.
Gedungnya mencolok dan terletak bersebelahan dengan gedung Pandanaran.
Dulunya ketika pertama kali dibangun pada tahun 1904 masehi, Lawang
Sewu digunakan sebagai kanto Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij
(NIS). NIS menugaskan professor Jacob F. Klinkhamer dari sekolah tinggi
teknik Delft dan B.J. Ouendag seorang arsitek yang berdomisili di
Amsterdam.
Seluruh proses desain Lawang Sewu dilakukan di Belanda. Melihat cetak biru Lawang Sewu
tertulis bahwa site plan dan denah bangunan Lawang Sewu digambar di
Amsterdam pada tahun 1903. Sekaligus dengan kelengkapan gambar kerjanya,
dibuat dan ditandatangani di Amsterdam pada tahun 1903.
Jumlah pintu bangunan ini memang tidak
persis seribu buah. Hanya karena ciri khasnya bangunan dnegan banyak
pintu dan jendela ini disebut dengan Lawang Sewu.
Selepas kemerdekaan Republik Indonesia,
bangunan Lawang Sewu digunakan sebagai kantor Djawatan Kereta Api
Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang bernama PT. Kereta Api
Indonesia (KAI). Selanjutnya, penrah pula dipakai oleh militer sebagai
kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro).
Kementrian Perhubungan pernah pula kantor wilayah (kanwil)-nya berkantor
di Lawang Sewu ini.
Lawang Sewu sarat dengan peristiwa
historis menjelang kemerdekaan RI dari penjajah Belanda. Ketika itu
terjadi pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober
1945). Gedung ini menjadi saksi bisu pertempuran hebat antara Angkatan
Muda Kereta Api (AMKA) melawan Kempetai dan Kidobutai, pasukan bentukan
penjajah Jepang.
Saat ini, bangunan tua Lawang Sewu telah
mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh unit
Pelestarian Benda bersejarah PT. KAI Persero.
Sejarah
kota Semarang tidak bisa dilepaskan atau dilupakan dari masa ketika
orang-orang Cina singgah di pesisir utara daratan Semarang. Laksamana
Cheng Ho, salah seorang pengembara muslim dari Cina yang diyakini
sebagai orang Cina pertama yang menginjakkan kakiya di Semarang. Di Gang
Lombok, salah satu pusat keberadaan Pecinan di Semarang terdapat
replica kapal Laksamana Cheng Ho yang diapungkan di Sungai.
Lumpia Khas Semarang
Selain kapal Laksamana Cheng Ho, di Gang
Lombok ini pula diakui sebagai cikal bakal pertama kali makanan khas
Semarang, Lumpia, diperkenalkan kepada masyarakat. Gang Lombok menjadi
markas besar penjual Lumpia. Bahkan bagi pelancong setia kota Semarang
tentu hafal bahkan sudah akrab dengan pemilik warung lumpia yang sangat
ramai bahkan terkenal dan berkali-kali diliput oleh surat kabar di Gang
Lombok ini.
Warung Lumpia di Gang Lombok yang sudah
masyhur ini adalah warung lumpia favorit untuk oleh-oleh. Bahkan
diyakini sebagai penyedia lumpia yang rasanya masih orisinil. Warung
lumpia itu dikelola secara turun temurun yang kini sudah generasi
ketiganya.
Lumpia khas Semarang terdapat dua macam,
yaitu lumpia basah dan lumpia goring. Lumpia akan semakin lengkap
kelezatannya jika ditemani dengan selada, saus khas Semarang yang
kental, serta daun bawang segar (loncang).
Begitulah Semarang, paduan tempat wisata dan makanan khasnya sudah tenar ke seluruh penjuru negeri. Liburan ke Semarang, tak lengkap jika tidak ke Lawang Sewu dan menenteng lumpia sebagai buah tangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar