Setelah menembus lebatnya hutan di Tiga Dolok dan kebun sawit yang berbaris rapih, akhirnya saya sampai di Pematang Siantar. Disini, motor (taxi kijang) tujuan Medan yang saya naiki akan berhenti satu kali lagi untuk istirahat makan. Istirahat makan sebelumnya telah terjadi beberapa saat lalu di Adiankoting, wilayah sebelum Tarutung. Perjalanan Adiankoting - Pematang Siantar sendiri memakan waktu sekitar 6 jam.
Disinilah saya harus turun dan berganti moda untuk menjelajahi Pematang Siantar. Segera, setelah semua penumpang turun dan menikmati makan siang (termasuk saya juga yang mengisi perut), saya segera berpamitan dengan sang supir (maksudnya biar beliau nggak nyari saya lagi). Saya nggak bisa makan berat karena sudah malas makan (Tebak donk makanannya apa? Yak, tepat, another rumah makan pilih-dan-ambil khas Padang yang ala kadarnya. Semua menu yang berwarna oranye hingga merah dan nampaknya bernuansa pedas telah membuyarkan nafsu makan saya. Tiba-tiba perut saya terasa penuh tanpa ada keinginan untuk diisi lagi. Saya cukup menyegarkan diri dengan segelas jus mangga dan 3 buah pisang. Harganya Rp 10.000. Mungkin jusnya Rp 7,000 dan pisangnya sebutir Rp 1,000 kali ya? Tapi diet buah begini juga boleh terutama buat saya yang memang nggak kerap mengalami masalah pencernaan kalau sedang melakukan perjalanan. Hehehe.
Yang menarik dari makanan yang saya santap mungkin cuma pisangnya. Daging buah si pisang berwarna kuning! Bukan sekedar kekuningan lho. Saking penasarannya saya sampai memakan buah tersebut sebanyak 3 buah, entah penasaran atau entah lapar kali ya. Bisa jadi sich, sayanya juga yang agak-agak kampungan karena bisa jadi pisang begini ada di daerah lain. Kalau pisang di Jakarta yang cavendish atau sunpride atau bahkan pisang susu kan warnanya putih kekuningan ya.Jadi inget sama durian merah atau buah-buahan yang umum kita kenal tapi warnanya ajaib. Rasanya? Sama saja sich seperti pisang pada umumnya hanya saja agak keset dan terasa lebih banyak getahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar