Aku
segera meringkasi peralatan foto dan berjalan cepat menuju ke belakang
hotel. Sambil duduk di lantai tiga aku merasa keningku yang terasa
perih, tampaknya jidatku terbakar lagi. Inilah akibat aku tidak segera
mencari topi pengganti, untung aku sudah terbiasa begini.
Beberapa
malam ini aku juga punya kebiasaan naik ke lantai paling atas yang
terbuka. Suasananya yang gelap pas sekali untuk melihat bintang.
Beruntung beberapa hari ini baru saja memasuki bulan baru sehingga tak
ada gangguan sinar bulan, begitu jam sembilan tampak sebuah kabut
memanjang melintang miring dari utara ke selatan yang biasa dikenal
orang sebagai galaksi Bima Sakti (Milky Way)
Hari
Minggu pagi aku tidak merencanakan apapun karena rencana hari ini mau
jalan ke Nemberala. Pagi-pagi aku hanya turun sebentar mengikuti seorang
bapak tua yang menggendong keranjang mencari ikan dengan jala jika laut
surut.
Namun rencana yang gagal kembali terjadi, pemilik kendaraan tidak datang sesuai janjinya. Entahlah kali ini apa lagi alasannya.
Untungnya sewaktu mengikuti bapak tua penjala aku jadi melihat sebuah tanjung karang yang kutahu kemudian namanya Tulandale.
Jam
empat sore aku mempersiapkan sesuatunya, aku memutuskan untuk jalan
kaki menyusuri pantai untuk sampai ke Tulandale. Aku tidak tahu persis
jarak dari Ba'a ke Tulandale tapi untuk amannya aku membawa dua botol
minuman.
Kawasan
pantai sepanjang perjalanan cukup menarik, pasir putih kekuningan
membentang sepanjang pinggir pantai. Beberapa anak yang bertemu denganku
menyapa, beberapa memancing perhatianku dengan tingkahnya. Tapi ada
juga yang justru diam dengan tatapan heran melihatku walaupun aku sudah
memamerkan gigiku, mungkin penampilanku dengan segala bawaan membuat
mereka merasa aneh hehehe.
Begitu sampai ke tanjung karang itu baru aku tahu kalau di sana telah dibangun menjadi PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan). Break water (pemecah gelombang) yang dibangun tampaknya akan sampai disini.
Dermaga
PPI tampak kesibukan perahu-perahu nelayan dan lalu lintas beberapa
motor yang membawa keranjang-keranjang untuk memuat ikan. Ada tiga
perahu ikan yang datang dan segera menurunkan ikan-ikan hasil tangkapan.
Aku sempat melihat transaksi ini, melihat ikan-ikan yang dijual ingin
beli juga sayang pasti tidak ada yang memasakkan.
Matahari
sudah mendekati cakrawala, cahaya sudah berubah menjadi kuning
keemasan. Aku segera berjalan menuju mendekat ke arah tanjung karang
itu. Ternyata dua tanjung karang ini mengapit sebuah cerukan. Di bagian
atas aku melihat beberapa perahu yang rusak dan sudah lama tidak
dipakai. Besar dugaanku tempat ini dulu digunakan para nelayan untuk
menyimpan perahu saat gelombang besar sebelum dermaga PPI ini dibangun.
Bentuknya yang ceruk cukup membantu menghalau gelombang yang pada
bulan-bulan tertentu bisa sangat kencang.
Tempatnya
menarik walau airnya agak berlumpur. Tonjolan karang-karang yang khas
menarik perhatianku. Tempat ini punya potensi untuk dikembangkan menjadi
lokasi wisata apalagi kontur tanah bagian atasnya yang juga datar.
Karena
sudah terlalu sore hanya beberapa jepretan yang bisa aku hasilkan,
cahaya kuning dalam waktu tak lama berubah menjadi merah pusat keunguan
dan tak lama kemudian langit sudah menjadi biru gelap.
Setelah
menghabiskan satu botol minuman aku mengemas kembali peralatan fotoku.
Kali ini aku memutuskan berjalan kaki lewat jalan karena malam agak
sulit untuk jalan melalui pantai. Tadi sore aku menandai beberapa tempat
yang berbatu dan licin yang agak sulit untuk jalan jika malam hari, aku
tak mau bertaruh kehilangan kamera karena terjatuh.
Perjalanan
pulang jadi sedikit lebih jauh karena kontur jalan yang lebih naik
turun tapi perjalanan pulang lebih cepat, hanya sekitar setengah jam aku
sudah sampai Ba'a.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar