Pantai Paradiso, antara ombak dan matahari terbit |
Yah tapi ada
sisi positifnya sih, jadi punya kesibukan baru: nganterin anak ke
sekolah sama jemput anak, bikin aplikasi kecil-kecilan baru secara
aplikasi yang lama udah pada hilang source code-nya gara-gara insiden harddisk ancur kemarin hari.
Weh, kenapa ini blog jadi tempat curhat gini ya hehehehe...
Tapi untung
sebelum kamera diculik untuk dibawa ke Raja Ampat, sempet ngajak temen
hunting foto di Paradiso. Sore hari, waktu lagi asyik-asyiknya nulis
serangkaian kata-kata gak jelas khas kode pemograman (itulah kenapa
banyak ahli pemrograman susah dimengerti omongannya khas bahasa
pemrograman, lha yang gampang saja kayak gini gimana yang rumit) ada SMS
masuk dari kang Eddy kalau lagi dalam perjalanan menuju Kupang. Rupanya
dia lagi liburan di Jakarta (dijitak Eddy).. Naik pesawat singa turun
tengah malam, besok siang baru balik ke Flores, jadi pengennya besok
pagi bisa hunting pagi. Lumayanlah, untuk pemanasan kamera yang udah
lama pengen protes dianggurin di boks. Akhirnya malam-malam aku mulai
bongkar boks untuk menyiapkan gear. Karena kesepakatannya hunting pagi
yang tentunya hunting sunrise maka aku langsung pasangin lensa Tokina 11-16mm f/2.8
AT-X yang emang paling mantap kalau buat foto landskap. Gak mungkin
moto model, karena kalau pagi-pagi modelnya pasti masih bau iler sama
banyak tai mata hihihihihi (siap-siap ditimpuki bata model satu kampung)
Pantai Paradiso Pagi Hari
Pantai Paradiso, jejak air pagi hari |
Akhirnya
aku nyaranin ke Eddy buat hunting foto sunrise di Paradiso yang arahnya
ke utara cenderung ke Timur. Kalau bulan begini biasanya dapet sunrise
karena posisi matahari lagi condong ke utara. Lagian jaraknya gak jauh
jadi pasti masih dapet ngejar matahari. (walau matahari yang kejar cuek
beibeh).
Pasir keputihan dibalut karang di pantai Paradiso |
Pantainya gimana gak usah aku jelasin panjang lebar lagi ya kalian bisa baca ulang di tulisanku sebelumnya di Matahari di Paradiso.
Yang pasti aku sempet baca termos kecil berisi white coffe panas. Kopi
panas menjadi teman yang lumayan nikmat sambil menunggu matahari muncul
di sisi Timur, sayang Eddy masih bermasalah dengan lambungnya sehingga
hanya mencicipi sedikit kopinya.
Air
benar-benar di posisi pasang, tapi awan masih malas bergerak dan hanya
berkumpul di ujung dimana matahari seharusnya sudah muncul. Gak papa
lah, minimal hunting kali ini adalah hunting reuni, berhubung udah lama
gak nginjek Nagekeo. Tapi akhirnya memang mataharinya ngalah mau nongol
setelah kita ngotot nungguin terus. Capek juga dia kali, melihat kita
gak patah semangat kita kayak pasukan di medan perang pegang bambu
runcing (jadul banget ya).
Informasi buat kalian yang mau mampir kesini. Pantai Paradiso letaknya gak jauh dari hotel Kingston atau Ima (sekitar
100 meter) belok ke kanan ke arah pantai. Pantai ini menghadap ke timur
laut makanya lebih cocok untuk melihat matahari terbit. Kalau mau
melihat matahari terbit dari laut sebaiknya di bulan Mei sampai
September. Selain di bulan itu, matahari muncul dari balik pantai
Nunsui. Lautnya berkarang dengan pasir putih. Sebagian kawasan Paradiso
adalah daerah tumbuhan Bakau.
Pantai Gua Monyet
Senja: matahari yang tenggelam di balik pulau Semau |
Biru toska adalah view air yang tampak dari atas karang |
Kawasan ini
berupa karang-karang tinggi, jadi untuk turun ke pantai harus mencari
karang-karang yang terbelah membentuk jalan turun. karena memang
disepanjang pantai sampai ke ujung dermaga karang terjal semua. Itupun
pantai hanya dapat digunakan saat surut, karena pada waktu pasang air
laut akan naik sampai ke karang tidak menyisakan hamparan pasir
sedikitpun.
Posisi lebih
mudah sebenarnya bisa dilalui melalui pintu masuk dermaga pelabuhan
Perhubungan, dari sana baru turun ke sebelah kiri. Terdapat sepotong
pantai berpasir putih yang airnya cukup jernih.
Aku kesana lagi
setelah anakku yang perempuan merengek ingin mandi di pantai. Sekalian
ingin mengajarinya snorkling aku memilih ke pantai ini.
Namun waktu itu
sayangnya pantai di bawah sedang dipenuhi tumpahan kotoran entah dari
mana sehingga menjadi tampak kotor sekali. Sebenarnya keindahan yang
bisa ditemui baik pantai maupun alam bawah lautnya pernah aku tulis juga
disini Tenau: Terumbu di Balik Karang Terjal.
Terumbu karangnya cukup menarik yang akan tampak sekali saat surut.
Sudah cukup soren waktu itu sehingga aku dan keluarga tidak mendi lama.
Entah kenapa air lautnya juga terasa agak gatal, padahal biasanya tidak
begini.
Saat sudah sore itu lah aku mendapati beberapa orang datang dengan membawa lampu petromaks. Ternyata mereka akan mencari ikan di sela-sela karang. Sebagian mereka kalau aku tidak katakan seluruhnya, membawa semacam racun untuk ikan. Biasanya mereka menggunakan pottasium yang akan mereka semprotkan ke liang-liang tempat ikan bersembunyi. Entah apakah ini salah satu faktor yang membuat banyak tumbuhan karang yang menjadi mati. Saat makin larut, beberapa orang lagi datang dengan petromaks, sementara entah dari mana di laut yang tampak dangkal tampak bayangan-bayangan hitam orang menggunakan petromaks dan tombak kayu sedang mencari ikan. Pantas saja, dibagian yang dangkal hampir seluruh terumbu karang sudah rusak dan mati. Sungguh kebiasaan buruk yang entah disadari atau tidak akan membunuh mata pencaharian mereka sendiri sebagai nelayan.
Sebenarnya di luar hari-hari masyarakat berburu ikan dengan cara begini (mereka akan melakukannya saat puncak surut senja hari artinya saat purnama penuh atau saat bulan mati atau bulan baru), pantai ini lumayan enak buat duduk menunggu matahari terbenam. Duduk santai ditemani segelas kopi mendengar debur ombak yang menghantam karang. Jaraknya yang agak jauh dari jalan sehingga tidak terlalu bising dengan hingar bingar kendaraan.
Pantai Namosain
Beberapa hari
sebelum kameraku dibawa ke Raja Ampat, aku juga sempat gunakan memotret
di pantai Namosain. Dua kali aku mampir kesini, dan dua-duanya dengan
pasanganku alias istriku.
Pantai Namosain ini sebenarnya adalah pantai nelayan yang memang digunakan nelayan untuk menambatkan perahu. Di sisi kanan dermaga baru tampak sisa-sisa dermaga lama yang biasanya dikenal dikenal dengan istilah pelabuhan rakyat.
Jika tertarik untuk memotret perahu saat senja hari, disini salah satu lokasi yang tepat untuk didatangi. Terutama karena terdapat perahu-perahu bergaya tiang tinggi yang cukup besar yang sering bersandar disini. Meskipun bising karena berada di dekat jalan raya (jangan coba-coba menyepi di pantai ini ya) namun kondisi pantai yang berpasir cukup panjang menjadi tempat anak-anak bermain bola. Ya, kalau tanah lebih banyak karang lebih enak main bola di pasir kan.
Sayang sampai sekarang dermaga pengganti belum selesai juga dan cenderung tidak diselesaikan. Bagian lapangan masih berupa tanah, namun tidak tampak adanya pekerja. Bangunan-bangunan bedeng tempat pelaksana juga tampak tidak digunakan.
Cerita lokasi ini juga sebenarnya sudah pernah aku tulis disini dan disini.
Pantai Nunsui/Batu Nona
Akhirnya mampir lagi kesini buat moto setelah kameraku balik (peluk erat kamera). Selama seminggu aku harus rela kehilangan benda kesayanganku itu gara-gara bini mau plesiran ke Raja Ampat. Sepertinya dia gak terima kalau Raja Ampat cuma terekam sampai kamera hape sampai mati-matian minta diajarin pake kamera DSLR. Dan ujung-ujungnya tentu saja kameraku diserobot sementara. Itu kamera ternyata harus melewati perjalanan tercebur segala sebelum kembali ke haribaan tuannya. Padahal kameranya tidak ada tulisan "waterproof" tapi entah kenapa ditest dimasuki air laut segala (pengen snorkling kali).
Jadi pantai
Nunsui sebenarnya adalah ajang test kamera masih bener apa kagak (kalau
gak waras siap-siap dibawa ke rumah sakit jiwa). Untungkah adegan-adegan
penting di pantai Nunsui waktu itu berhasil dilewati sang kamera
sehingga gak perlu masuk bangsal kamera depresi (kameranya langsung
bernapas lega)
Pantai nunsui ini sebenarnya berhadapan dengan Pantai Paradiso, kalau mau lengkapnya baca ada disini.
Sebenarnya yang
dibagian ada satu pohon bakau itu aku masih bingung, apakah masih masuk
pantai Nunsui ataukah yang orang bilang sebagai Batu Nona. Sayang tidak
ada prasasti yang menerangkan nama lokasi pantai ini (timpuk yang nulis
pake sempak)
Pantainya berwarna kekuningan (untuk bukan gigi). Karena lagi bulan Juni, jadi matahari jatuhnya pas di horison pantai bukan di balik pantai Paradiso.
Kalau hari Sabtu atau malam Minggu biasanya bagian pantai disini ramai banget terutama untuk mereka yang mau pacaran gratis. Padahal tempatnya kalau malem gelap gak ada lampu (mungkin itu alasan utamanya malah).
Sebenarnya yang cerita ini mau ngomong apa sih, gak jelas. Nah itu, aku tuh sebenarnya cuma mau bilang kalau aku masih moto sekaligus mengabarkan kalau kameraku masih sehat walafiat tanpa kurang suatu apa (kurang karet depan sebenarnya, ilang gak tau waktu moto dimana).
Udah ah, bingung mau nulis apalagi.... pelototin aja itu foto-foto. Semoga foto-fotonya masih layak dipelototi.
Saat sudah sore itu lah aku mendapati beberapa orang datang dengan membawa lampu petromaks. Ternyata mereka akan mencari ikan di sela-sela karang. Sebagian mereka kalau aku tidak katakan seluruhnya, membawa semacam racun untuk ikan. Biasanya mereka menggunakan pottasium yang akan mereka semprotkan ke liang-liang tempat ikan bersembunyi. Entah apakah ini salah satu faktor yang membuat banyak tumbuhan karang yang menjadi mati. Saat makin larut, beberapa orang lagi datang dengan petromaks, sementara entah dari mana di laut yang tampak dangkal tampak bayangan-bayangan hitam orang menggunakan petromaks dan tombak kayu sedang mencari ikan. Pantas saja, dibagian yang dangkal hampir seluruh terumbu karang sudah rusak dan mati. Sungguh kebiasaan buruk yang entah disadari atau tidak akan membunuh mata pencaharian mereka sendiri sebagai nelayan.
Sebenarnya di luar hari-hari masyarakat berburu ikan dengan cara begini (mereka akan melakukannya saat puncak surut senja hari artinya saat purnama penuh atau saat bulan mati atau bulan baru), pantai ini lumayan enak buat duduk menunggu matahari terbenam. Duduk santai ditemani segelas kopi mendengar debur ombak yang menghantam karang. Jaraknya yang agak jauh dari jalan sehingga tidak terlalu bising dengan hingar bingar kendaraan.
Pantai Namosain
Ada yang pergi, kami pengganti... sebuah bangkai perahu di pinggir laut Namosain |
Pantai Namosain ini sebenarnya adalah pantai nelayan yang memang digunakan nelayan untuk menambatkan perahu. Di sisi kanan dermaga baru tampak sisa-sisa dermaga lama yang biasanya dikenal dikenal dengan istilah pelabuhan rakyat.
Jika tertarik untuk memotret perahu saat senja hari, disini salah satu lokasi yang tepat untuk didatangi. Terutama karena terdapat perahu-perahu bergaya tiang tinggi yang cukup besar yang sering bersandar disini. Meskipun bising karena berada di dekat jalan raya (jangan coba-coba menyepi di pantai ini ya) namun kondisi pantai yang berpasir cukup panjang menjadi tempat anak-anak bermain bola. Ya, kalau tanah lebih banyak karang lebih enak main bola di pasir kan.
Sayang sampai sekarang dermaga pengganti belum selesai juga dan cenderung tidak diselesaikan. Bagian lapangan masih berupa tanah, namun tidak tampak adanya pekerja. Bangunan-bangunan bedeng tempat pelaksana juga tampak tidak digunakan.
Cerita lokasi ini juga sebenarnya sudah pernah aku tulis disini dan disini.
Pantai Nunsui/Batu Nona
Akhirnya mampir lagi kesini buat moto setelah kameraku balik (peluk erat kamera). Selama seminggu aku harus rela kehilangan benda kesayanganku itu gara-gara bini mau plesiran ke Raja Ampat. Sepertinya dia gak terima kalau Raja Ampat cuma terekam sampai kamera hape sampai mati-matian minta diajarin pake kamera DSLR. Dan ujung-ujungnya tentu saja kameraku diserobot sementara. Itu kamera ternyata harus melewati perjalanan tercebur segala sebelum kembali ke haribaan tuannya. Padahal kameranya tidak ada tulisan "waterproof" tapi entah kenapa ditest dimasuki air laut segala (pengen snorkling kali).
Alur senja di Pantai Nunsui akibat air yang bergerak menyurut |
Pantai nunsui ini sebenarnya berhadapan dengan Pantai Paradiso, kalau mau lengkapnya baca ada disini.
Saat senja mulai gelap, warna-warna semakin menonjol |
Pantainya berwarna kekuningan (untuk bukan gigi). Karena lagi bulan Juni, jadi matahari jatuhnya pas di horison pantai bukan di balik pantai Paradiso.
Kalau hari Sabtu atau malam Minggu biasanya bagian pantai disini ramai banget terutama untuk mereka yang mau pacaran gratis. Padahal tempatnya kalau malem gelap gak ada lampu (mungkin itu alasan utamanya malah).
Sebenarnya yang cerita ini mau ngomong apa sih, gak jelas. Nah itu, aku tuh sebenarnya cuma mau bilang kalau aku masih moto sekaligus mengabarkan kalau kameraku masih sehat walafiat tanpa kurang suatu apa (kurang karet depan sebenarnya, ilang gak tau waktu moto dimana).
Udah ah, bingung mau nulis apalagi.... pelototin aja itu foto-foto. Semoga foto-fotonya masih layak dipelototi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar